Cara Agar Demokrasi Benar Benar Demokrasi

#Cara Agar Demokrasi Benar Benar Demokrasi
#Demokrasi Sebenar Benar Demokrasi

Banyuwangi, 11-15 Januari 2025.
Raden Yudha Kusuma, SE.

Negara Republik adalah bentuk negara demokrasi. Negara dengan sistem pemerintahan "Dari rakyat, Oleh rakyat, dan Untuk rakyat"., dan bukannya "dari sekelompok orang, oleh sekelompok orang, dan untuk sekelompok orang". Bentuk negara seperti itu belum ada penamaannya. Kalau anda ingin memberikan nama istilahnya, dipersilahkan.

Hal hal seperti itu menjadi masalah dalam demokrasi. Kalau demokrasi ingin berjalan yang sebenar benarnya, aturan dasar organisasional (AD/ART) harus demokratis juga. Tidak ada istilah status quo dalam organisasi politik, terutama organisasi partai politik. 

Maksudnya adalah orang yang dipilih menjabat ketua partai, pengurus, dan pembinanya hanya boleh menjabat maksimal dua kali periode dan setelahnya hanya bisa menjadi anggota biasa (pasif) serta tidak boleh lagi menjadi ketua partai, pengurus maupun pembina partai. Bahasa sederhananya itu "tidak boleh cawe cawe lagi urusan partai".

Tujuannya adalah agar partai politik itu tidak menjadi partai politik pribadi dan penguasa negara yang hanya dikuasai oleh segilintir orang yang punya kuasa. Selain itu juga untuk meminimalisir terjadinya korupsi yang dilakukan oleh orang orang yang berkuasa di partai dan DPR maupun di pemerintahan eksekutif. Tentunya juga perihal penegakan hukum. Tidak akan ada orang atau sekelompok orang yang kebal atau tidak bisa tersentuh oleh hukum. 

Apabila aturan dasar tersebut berjalan, demokrasi akan berjalan dinamis dan tidak statis. Pemimpin pemimpin dan pengurus pengurus partai akan berganti ganti serta menghapus dominasi seseorang atau kelompok yang kuat atau berpengaruh atau punya kuasa. Dan tentunya penegakan hukum akan berlaku benar dan adil.

Dengan begitu tidak ada istilah Ratu atau Raja atau Pemilik perorangan, keluarga, ataupun kelompok dalam suatu partai dan juga dalam suatu negara demokrasi. Semua rakyat secara keseluruhan adalah pemiliknya. Bukan seseorang atau segelintir orang yang berkuasa.

Aturan dasar tersebut juga harus berlaku di Legislatif (DPR) dan Eksekutif. Tentunya Aturan Dasar Organisasional tersebut harus ditetapkan oleh DPR selaku pembuat Undang Undang. 

Setiap orang  atau sekelompok orang boleh mendirikan organisasi partai politik. Akan tetapi Aturan Dasar Aturan Rumah Tangganya (AD/ART) harus mengikuti Undang Undang sebagaimana yang saya terangkan tersebut. 

Dengan demikian diharapkan kemudian hari tidak ada istilah "ini partai milik saya, atau milik kelompok saya atau golongan saya. Saya/kami yang mendirikan dan saya/kami yang berkuasa". Jelas hal itu tidak dibenarkan. 

Orang atau orang orang yang mendirikan partai politik harus tahu dan rela bahwa partai yang didirikannya bukanlah milik pribadi, tetapi milik umum dan untuk kepentingan umum. Karena partai politik itu adalah untuk kepentingan umum (rakyat banyak) dan negara, bukan untuk kepemilikan pribadi atau kelompok dan untuk kepentingan pribadi. Dan hal ini harus ditegaskan dalam Undang Undang agar tidak terjadi permasalahan di kemudian hari.

Apabila negara yang menentukan dan yang membuat partai politik serta menentukan AD/ARTnya sebagaimana saya sebutkan, itu baik dan negara juga turut mendanai biaya operasional partai politik yang telah dianggarkan. 

Pastinya jumlah partai politik setidak tidaknya minimal 10 partai politik dan maksimal 20 partai politik mengingat jumlah penduduk Indonesia yang banyak dan beragam latar belakang. 

Apabila itu berjalan, cara pemilihan anggota DPRD, DPR, Kepala Daerah, dan Presiden bisa seperti dulu. Tidak langsung dipilih rakyat. Hal ini tentunya akan meniadakan biaya pencalonan anggota DPRD dan DPR, Kepala Daerah, dan Presiden.

Saya pikir masyarakat tidak perlu khawatir akan adanya status quo oleh perorangan atau kelompok. Karena sedari awal, partai politik sudah diterapkan demokrasi yang sebenar benarnya yaitu orang orang yang menjabat sebagai pengurus partai termasuk ketua partai beserta pembina dan penasehatnya hanya boleh menjabat maksimal dua periode masa jabatan. Setelahnya hanya bisa menjadi anggota pasif. Begitu pula di DPR dan Presiden beserta menterinya. Hanya boleh menjabat maksimal  selama dua periode.

Dengan demikian tidak akan ada istilah status quo. Orang orang yang menjabat akan selalu berganti ganti dalam masa satu atau dua periode.

Akan tetapi jika Aturan Dasar tersebut tidak dijadikan Undang Undang dan tidak diterapkan, maka jangan sekali kali kembali ke mode lama. Hal ini bisa berakibat terjadinya status quo di pemerintahan eksekutif, DPR, dan tentunya partai politik. Hal ini mengancam demokrasi negara ini yang hanya akan dikuasai oleh segelintir orang dan kelompok tertentu.

Keinginan Pak Jokowi dan Pak Prabowo yang menginginkan demokrasi ke mode lama ini akan sangat sangat berbahaya jika tanpa Aturan Dasar yang sebagaimana saya terangkan. Hal ini akan menimbulkan status quo dan menghancurkan demokrasi negara kita. 

Jangan sampai terjadi saudara saudara. Ingatlah pesan saya, aturan dasar tersebut harus dijadikan Undang Undang agar tercipta demokrasi yang dinamis dan bukan statis sehingga demokrasi benar benar berjalan sebagaimana mestinya. 

Namun, jika tidak kembali ke mode lama yang mana Presiden dipilih oleh DPR MPR, dan anggota dewan dipilih dari partai politik itupun tidak akan jadi masalah asalkan Aturan Dasar sebagaimana yang telah saya terangkan harus diterapkan pada semua organisasi politik terutama partai politik. Apabila aturan Dasar tersebut tidak diterapkan, mode lama ataupun mode baru saat ini tetap tidak baik bagi negara dan rakyat. Status quo yang terjadi, yaitu keadaan yang tidak bisa dirubah. Seharusnya negara dan demokrasi berjalan dinamis, justru menjadi statis.

It's not good for us.